HUBUNGAN INTENSITAS PENGGUNAAN MEDIA SOSIAL X DENGAN KEPERCAYAAN DIRI REMAJA PEREMPUAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut Paul B. Wesz, seorang ilmuwan teknologi dan inventor, memandang teknologi sebagai sebuah aplikasi yang bersumber dari berbagai penemuan sains yang murni dibuat untuk kepentingan praktis, juga menjadi sebuah produk yang siap jual atau siap untuk dipakai oleh masyarakat umum. Tak dapat dipungkiri lagi perkembangan teknologi saat ini sudah begitu pesat. Dengan hadirnya internet, dapat membantu sistem dalam teknologi berkembang menjadi jauh lebih praktis dan efisien, serta dapat membawa pengaruh yang begitu kuat di tengah masyarakat. Munculnya berbagai gawai canggih sebagai alat komunikasi menandakan perkembangan teknologi yang sudah berkembang dengan adanya internet. Internet juga dapat memberikan manfaat berupa keuntungan dalam membantu menambah pengetahuan serta memperluas pengetahuan kehidupan remaja tentang cara untuk berkomunikasi yang baik, secara langsung ataupun saat berkomunikasi secara tatap muka dengan orang lain. Internet sendiri memiliki keunggulan dengan menyediakan begitu banyak informasi-informasi yang dapat digunakan untuk mempermudah berkomunikasi meski dalam jarak jauh tanpa harus bertatap muka. Berdasarkan survei yang dilaksanakan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet (APJII) terdapat sebanyak 78,19% pada tahun 2023 penetrasi internet di seluruh Indonesia, hal tersebut setara dengan 215.626.156 jiwa dari total populasi jiwa di Indonesia. Sementara itu, untuk tingkat penetrasi pada perempuan sendiri mencapai 77,365 persen dari total populasi perempuan yang ada di Indonesia.
Terdapat pula berbagai penelitian yang menyimpulkan bahwa mayoritas pengguna internet merupakan dari kalangan remaja (Ekasari & Dharmawan, 2012; Diego & Kaplan, 2000; Adiarsi, Stellarosa & Silaban, 2015; Sander, Field, Widiana, Retnowati, & Hidayat, 2004; Malik & Rafiq, 2015; Suprapto & Nurcahyo,2005; Yen, dkk. 2014). Remaja memiliki karakteristik tertentu sehingga mereka jarang meninggalkan dunia internet. Jika diibaratkan, dunia internet bagaikan sebuah pisau yang memiliki dua mata pisau yaitu terdapat sisi positif dan negatif, semua tergantung pada penggunanya. Pengguna internet yang sebagian besar adalah para remaja saat ini perlu mendapatkan perawatan serta bimbingan yang sungguh-sungguh dari orangtua mereka. Oleh karena itu, penggunaan internet oleh kalangan remaja menjadi suatu bentuk aktivitas dalam memenuhi perkembangan karakteristik remaja yang lebih terkontrol dan produktif secara positif.
Berkembangnya internet sejalan dengan kemunculan berbagai media sosial yang memiliki berfungsi sebagai alat untuk komunikasi multifungsi interaktif, seperti Whatsapp, Twitter, Instagram, Facebook dan lain sebagainya (Arum, 2020). Sejalan dengan pengertian media sosial, Nasrullah (2016) menyimpulkan bahwa media sosial memungkinkan penggunanya untuk mempresentasikan dirinya ataupun berinteraksi menggunakan medium internet sehingga dapat juga bekerja sama, berkomunikasi dengan pengguna lainnya, saling berbagi ataupun sekedar membentuk ikatan sosial secara virtual. Menurut Rafi Saumi (2012) di dalam website resmi Universitas Pasundan, berpendapat bahwa banyak sekali manfaat yang didapatkan di dalam penggunaan platform media sosial, misalnya sebagai suatu sarana komunikasi, dapat memperoleh informasi terkini, menjalin hubungan pertemanan dan membangun konektivitas antar pengguna media sosial lainnya. Lebih lanjut lagi, manfaat lain yang didapatkan dari penggunaan media sosial adalah kita dapat mulai untuk berinteraksi dengan siapa pun dan kapan pun tanpa harus berkenalan dengan siapa pun secara langsung. Namun, apabila kita dieksploitasi oleh media sosial, secara langsung maupun tidak langsung, kita akan mengalami begitu banyak kerugian, seperti kecanduan, kesulitan bersosialisasi di dunia nyata, mengalami kecemasan, serta rendahnya tingkat kepercayaan diri.
Salsabila (2023) berpendapat bahwa dengan hadirnya media sosial telah membawa perubahan dalam lingkungan sosial, salah satunya menyebabkan perubahan kepercayaan diri bagi para penggunanya dan membuat masyarakat luas khususnya kaum perempuan yang masih kurang merasa percaya diri atas penampilannya. Hal ini menyebabkan seseorang akan mengalami perasaan tidak menyenangkan yang bermula dari sudut pandang negatif individu tersebut. Pesatnya perkembangan media sosial pada remaja memberikan dampak positif sekaligus negatif khususnya pada aspek psikologis remaja yang berkaitan dengan rasa percaya diri remaja.
Menurut riset yang telah dilakukan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dan UNICEF pada 2014, para remaja yang menggunakan media sosial sendiri didorong oleh rasa terhibur yang mereka dapatkan dari konten-konten yang terdapat pada media sosial serta kebutuhan mereka pribadi dalam mengikuti tren. Ahli Adiksi Perilaku dr. Kristiana Siste melakukan sebuah survei pada tahun 2020 kepada 643 remaja di Jakarta. Sebesar 31,4 persen remaja tersebut telah kecanduan bermain internet. Sebanyak 23,2 persen diantaranya dikarenakan bermain media sosial. Hasil riset lain yang dilakukan oleh MarkPlus Insight (2013) menyimpulkan bahwa setengah dari pengguna media sosial di Indonesia yaitu sejumlah 35,5 juta pengguna terbilang masih muda dengan dominasi usia di bawah 30 tahun dan bahkan hampir 95% dari penggunanya mengakses media sosial melalui smartphone (Adiarsi, dkk. 2015).
Temuan Irawan dan Dewi (2022) mengungkapkan bahwa sebagian besar siswa SMA di Kabupaten Lampung Timur termasuk dalam kategori percaya diri rendah. Sebuah studi lain pada tahun 2023 di SMA Kristen Harapan Denpasar, ditemukan bahwa sebanyak 24 siswa, seluruh siswanya menggunakan serta memiliki akun media sosial. Dari studi tersebut juga ditemukan bahwa 62,5% menyatakan mereka merasa kurang percaya diri menggunakan media sosial. Pasalnya, media sosial ini memiliki standar hidup yang tinggi pada media sosia, karena hal ini para pelajar merasa harus untuk mengikuti standar tersebut dan sering membandingkan dirinya dengan diri orang lain. Mereka juga mengatakan bahwa penggunaan media sosial dapat menurunkan rasa percaya diri mereka. Peningkatan rasa percaya diri pada remaja masa kini perlu dilakukan, karena beberapa penelitian yang telah disebutkan menunjukkan sebagian besar remaja saat ini masih memiliki tingkat rasa percaya diri yang rendah.
Masa remaja termasuk ke dalam salah satu periode perkembangan manusia. Remaja sendiri adalah suatu masa peralihan atau masa perubahan dari anak-anak beranjak ke masa dewasa dengan meliputi perubahan yang bersifat biologis, perubahan psikologis, dan perubahan sosial (Sofia & Adiyanti, 2013). Menurut Monks (2008) fase remaja biasanya akan mencerminkan bagaimana cara berpikir remaja yang masih dalam koridor berpikir konkret, kondisi ini biasanya terjadi pada masa proses pendewasaan pada diri seorang remaja. Masa fase remaja tersebut berlangsung dari usia 12 sampai 21 tahun. Pada masa inilah para remaja mencari jati diri mereka, salah satunya lewat perkembangan kepercayaan diri mereka.
Kepercayaan diri dapat dikatakan sebagai suatu keyakinan akan diri sendiri yang dimiliki oleh setiap individu. Lauster (1992) berpendapat bahwa kepercayaan diri adalah suatu perasaan atau suatu sikap yang merasa yakin terhadap kemampuan pada dirinya sendiri sehingga orang lain yang merasa bersangkutan tidak perlu merasa cemas terhadap tindakan-tindakannya, serta bisa merasakan kebebasan dalam melakukan hal-hal lainnya yang cukup digemarinya dan juga dapat bertanggung jawab atas perbuatannya. Menurut Dedy (2021), memiliki rasa percaya diri sangatlah penting bagi remaja hal tersebut termasuk ke dalam sebuah prediktor terbaik dalam keberhasilannya di masa depan. Memiliki rasa kepercayaan diri penting agar para remaja dapat memiliki sikap positif dalam dirinya sendiri maupun lingkungannya serta tidak menggantungkan diri pada penilaian orang lain, sehingga para remaja dapat mulai memiliki kemandirian atas dirinya sendiri demi mencapai tujuannya. Namun, kenyataannya tidaklah mudah bagi semua remaja untuk dapat memiliki kepercayaan diri yang baik. Hidayat (2021) berpendapat bahwa rasa percaya diri dapat mempermudah remaja untuk mulai menyesuaikan diri dengan lingkungan baru baginya, juga dapat memiliki pegangan yang kuat dalam hidup serta mampu mengembangkan potensi dalam dirinya. Biasanya para remaja akan mencoba mulai belajar serta bekerja keras demi untuk mencapai kemajuan dalam hidupnya. Peningkatan rasa percaya diri pun akan terjadi dalam masa remaja saat mereka mampu menjaga keseimbangan mental dan fisik mereka.
Dove Girl Beauty Confidence Report pada tahun 2018 menunjukkan tingkat tidak kepercayaan diri yang tinggi pada remaja perempuan di dunia. Hasil yang dihasilkan yaitu hingga 54 persen Bahkan, di Indonesia menarik diri dari kegiatan aktivitas-aktivitas penting dalam kehidupannya karena merasa tidak percaya diri dengan penampilannya mencapai 7 dari 10 remaja. Hal ini dikarenakan mereka merasa enggan untuk sekedar berkumpul dengan teman maupun keluarganya, mereka tidak ingin mengikuti kegiatan berkelompok, serta menghambat mereka dalam melakukan suatu aktivitas yang dapat membantu mereka dalam meraih pencapaian potensi terbaik mereka. Biasanya hal tersebut dapat semakin diperparah dengan adanya suatu kemudahan dalam mengakses media sosial yang berarti dapat memungkinkan para remaja untuk bisa melihat suatu foto-foto atau iklan perempuan cantik dengan mudah, di mana saja dan kapan saja. Terlebih lagi, pada usia remaja mereka biasanya mudah terpengaruh pada pendapat-pendapat dari luar.
Di dalam buku psikologi perkembangan siklus wanita menjelaskan bahwa perasaan yang timbul dikarenakan kurangnya aspek psikologis sosial dan fisik adalah perasaan inferioritas. Inferioritas muncul dari perasaan yang berasal dari kekurangan diri. Keterkaitannya dengan penggunaan media sosial saat ini adalah media sosial memiliki banyak dampak yang kuat terhadap rasa kepercayaan perempuan. Saat ini media sosial merupakan media sosial yang berbasis foto dan juga vidio, umumnya perempuan akan melihat foto dan video lain yang lebih menarik. Hal ini dapat terinternalisasi menjadi suatu standar tubuh yang ideal yang tidak bisa semua perempuan penuhi yang dapat menimbulkan rasa ketidakpuasan terhadap dirinya sendiri. hal ini dapat menyebabkan menurunnya rasa kepercayaan diri pada perempuan. Selain itu, dengan munculnya dampak buruk menurunnya rasa ketidakpercayaan perempuan, setelah itu timbul rasa overthinking dan insecure atau merasa tidak percaya diri dan membandingkan dirinya dengan orang lain yang membuat dirinya menjadi tidak berharga yang membuat munculnya kurangnya rasa menghargai dirinya sendiri yang mengakibatkan feeling of inferiority. (Liu et al, 2022) mengatakan bahwa perasaan rendah diri adalah emosi kompleks yang biasanya menunjukan kelemahan dan ketidakberdayaan yang dirasakan.
Gen Z atau generasi Z merupakan salah satu generasi dengan pengguna media sosial terbanyak di seluruh dunia. Hal ini juga didukung oleh laporan Napoleon Cat yang diunggah pada Katadata.co.id pada 2021, ia mengungkapkan bahwa pengguna internet terbanyak di Indonesia didominasi oleh gen Z sebanyak 40 juta jiwa. Menurut survei TNS (Taylor Nelson Sofres) Indonesia pada tahun 2017, pengguna aktif paling efektif pada platform media sosial instagram berada pada kisaran usia 18 hingga 24 tahun yang merupakan generasi Z, hal ini menunjukkan bahwa para remaja merupakan pengguna utama media sosial instagram. Selain itu, survei ini menyebutkan bahwa mayoritas pengguna instagram yang berusia 18-24 tahun adalah perempuan dan foto-foto yang dibagikan biasanya adalah foto bersama keluarga atau temannya dibandingkan berfoto selfie atau berfoto sendiri.
Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, seperti yang dilakukan oleh Rahmawaty pada tahun 2021, ia menyatakan bahwa media sosial instagram memiliki peranan yang sangat besar terhadap penurunan kepercayaan diri pada remaja. Penurunan kepercayaan diri yang timbul pada remaja juga disebabkan karena terjadi perubahan psikososial yang berpengaruh pada kepercayaan dirinya. Instagram sendiri merupakan sebuah aplikasi yang dapat digunakan untuk membagikan foto dan video ke jejaring sosial secara luas untuk mengekspresikan dirinya menggunakan bahasa serta karakteristik tersendiri.
Ada begitu banyak media sosial yang dapat menjadi alternatif saat ini. Tiap media sosial memiliki karakteristiknya tersendiri yang membuatnya menarik minat penggunanya, salah satunya yaitu media sosial X. Media sosial X sendiri telah mengalami sebanyak 187 juta pengguna aktif tiap harinya dalam menggunakan aplikasi X, hal ini merupakan sebuah peningkatan yang luar biasa (Affde, 2021). Sebagai media sosial yang digemari oleh para generasi Z, medias sosial X ini juga dapat digunakan untuk mendapatkan sebuah informasi atau sekedar untuk berteman atau menambah relasi dengan orang lain (Al Habash & Ma, 2017; Gusta, 2018). Berdasarkan penelitian WeAreSocial.net dan Hootsuite melaporkan bahwa pada tahun 2020, Indonesia merupakan pengguna X teraktif kelima di Indonesia, dengan total 56 pengguna dari total penduduk Indonesia atau total 10,65 juta pengguna Twitter dengan proporsi perempuan sebesar 68,3% dan 31,7% pria.
Menurut Erskine & Hendricks (2021) terdapat beberapa fitur pada media sosial X, salah satunya yaitu fitur tersematkan yang memungkinkan untuk mengunggah pendapat maupun ide dengan limit 240 karakter dalam bentuk tulisan yang juga dapat disertai gambar, video serta tautan. Fitur lainnya yang membuat media sosial X berbeda dengan media sosial lainnya yaitu memiliki thread atau sering disebut dengan utas, fitur ini memungkinkan agar para penggunanya bisa dapat menghubungkan beberapa tweet terkait yang mereka buat. Lalu, tersedia fitur reply yang berfungsi untuk membalas atau menanggapi tweet lainnya. Kemudian, terdapat pula sebuah fitur trending topics yang memudahkan bagi para penggunanya agar dapat melihat dan mengetahui topik yang sedang ramai dibicarakan. Selanjutnya, pada fitur retweet yang meungkinkan para penggunanya untuk menyebarkan tweet pengguna lainnya maupun tweet sendiri. Juga terdapat fitur moment yang memungkinkan untuk membantu para penggunanya mengumpulkan tweet-tweet topik atau peristiwa tertentu (Twitter, 2021). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mutiara Zaskya, et.al (2021) pada sejumlah informan, mereka mengungkapkan bahwa untuk mengekspresikan diri mereka di X lebih leluasa melalui kata-kata dibandingkan dengan media sosial lainnya yang mengutamakan gambar visual ketika ingin mengekspresikan sesuatu. Hal ini juga menyebabkan para informan dapat mengekspresikan diri mereka lebih ekspresif di media sosial X. Mereka mengaku ingin mengekspresikan diri karena X hanya berfokus pada ekspresi beranda dalam format teks. Selain itu, informan juga berkomentar bahwa pengguna X lebih berpikiran terbuka sehingga ketika ingin bersuara, mereka tidak segan-segan menjadi diri sendiri. Hal tersebut sudah sesuai bahwa milenial memiliki karakteristik suatu individu yang lebih berpikiran terbuka, cinta kebebasan, kritis, dan berani menurut Badan Pusat Statistik, (Biro Pusat Statistik, 2018).
Zaskya, et.al (2021) pernah mengungkapkan X sebagai media pengungkapan diri, juga mengatakan bahwa pengguna lebih memilih mengungkapkan diri melalui media sosial X karena menggap jejaring media sosial X lebih banyak memberikan komentar positif jika dibandingkan dengan media sosial lainnya. Pengungkapan diri melalui X berupa media atau reply antar mutual yang dimana juga dapat menjadi tempat penyaluran emosi. Terakhir pada tahun 2022, X memiliki pengguna yang aktif sebanyak 238jt orang dan Indonesia memiliki kedudukan keempat dengan adanya pengguna X sebanyak 21,2jt orang. Menurut Tamaraya & Ubaedullah (2021) seorang individu akan memungkinkan untuk mengungkap lebih banyak lagi informasi pribadinya kepada orang lain jika menggunakan media sosial secara terus-menerus. Hal ini menjadi salah satu alasan media sosial Twitter atau X dipilih untuk digunakan dalam penelitian ini. Berdasarkan informasi yang sudah dijelaskan di atas, kami ingin melihat apakah terdapat hubungan antara intensitas penggunaan media sosial X dengan kepercayaan diri pada remaja perempuan.
Komentar